Follow Us @soratemplates

Friday, May 4, 2018

Alfian Dippahatang: DAPUR AJAIB


image

Data buku kumpulan puisi

Judul : Dapur Ajaib
Penulis : Alfian Dippahatang
Cetakan : I, Februari 2017
Penerbit : BASABASI, Yogyakarta.
Tebal : 104 halaman (40 puisi)
ISBN : 978-602-391-330-5
Penyunting : Faisal Oddang
Tata letak : Amalina
Tata isi : Ika Setiyani
Pracetak : Agus Gendut

Dapur Ajaib terdiri dari 5 bagian, yaitu Akronim (6 puisi), Makan Coto (6 puisi), Sejarah dan Lain-lain (19 puisi), Ayahku Bukan Suami Pengecut (1 puisi) dan Membuat Teori (8 puisi).

Sepilihan puisi Alfian Dippahatang dalam Dapur Ajaib

Dapur Ajaib

Dapur yang paling mantap memproduksi makanan
adalah dapur yang bersumber dari lidah
seorang ibu. Rela lembur setiap hari,
demi tuntas menemukan rasa paling rasa.

Banyak orang asing yang takjub mencicipi makanan
yang ditakar dari lidah ibu,
kini dianggap seperti mukjizat

Bekerja setiap hari memang melelahkan,
tetapi yang namanya kesetiaan bagi ibu,
akar yang sudah kekar menyatu inti tanah.

Dapur itu ajaib juga ya ayah,
anak kecil itu menimpali ayahnya
yang berkisah mengenai ibu dan dapur ajaibnya.

Lidah ibu, sekarang jadi kiblat masakan
yang dipercaya oleh orang yang senang dengan mitos.


Sibuk di Dapur

Kesetiaanku terbangun saat melihatmu
sibuk di dapur menyiapkan makanan.

Aroma kebahagiaan itu tercium dari tumis
bumbu yang sedap kuhirup dari racikanmu.

Hawa panas dari perapian membuat wajahmu
yang keringatan dan berminyak kian beraura.

Pancaranmu kulihat jelas, bahwa kesiapanku
menerima beban dalam cinta kubawa sampai mati

Kita berkunjung ke pasar melengkapi bahan-bahan dapur.
Buatmu selalu semangat memasak makanan enak-enak.

Kini, jejak kakimu tak lagi menyentuh lantai dapur.
Perutku tabah makan apa saja, tubuhmu kian akrab di
 Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  kasur.



Kospin
Apa senangnya menjadi penggembala sapi? Apa senangnya menjadi pembuat coto? Jika kebetulan aku berada di tempat saat orang tuaku ditanyai seperti itu oleh seseorang, selalu kudengar  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  jawaban sederhana. tetapi, cukup membuat si penanya berpikir seolah tidak  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  menyangka.
Aku bahagia dan sedih dengan cara tak biasa berada dalam keluarga yang tenang menyikapi masalah. Termasuk ketika keluargaku tersangkut kasus Kospin sekitar tahun 1990-an. Semua berlalu dengan kerja keras keluarga. Kisah yang kadang membuat orang tuaku berkaca-kaca jika mengingat masa lalunya.
Masa lalu bagi orang tuaku, kendaraan yang memang tak mewah. Tetapi, mesti terus melaju.
Aku kuat karena pengaruh punggung dan otak yang terbukti lepas dari jeratan Kospin.

Daging Sapi Impor
Sewaktu kecil, aku tak kepikiran memiliki cita-cita. Selain setiap hari aku membantu ayah menjaga kesehatan sapi-sapi. Aku tak pernah merasa sepi saat itu. Setelah sapi-sapi dijualâ€"aku tak tahu harus menyibukkan apa lagi. Ayahku ditangkap polisi enam jam kemudian setelah ketahuan mencuri. Hasil curian ayahku, kutahu demi kebutuhan sekolahku. Sejak itu, dadaku bergolak melihat ayahku dipaksa-paksa dan sedikit gerakan yang mirip kungfu, istilah yang sering diperdengarkan temanku saat bercanda ingin memukulku. Kini, bertahun-tahun kemudian, ayahku pulang dengan kesedihan ke pangkuan-Nya dan sudah pasti sekarang aku terus berjuang memenuhi semaksimal mungkin utang budiku kepada paman dan tanteku yang sukses di perantauan. Tapi hari ini aku merasa bersalah tak bisa berbuat apa-apa. Mereka ditangkap karena 143,5 ton daging sapi impor disita Bea cukai Tanjung Priok sebelum menuju lokasi tempat paman dan tanteku mengembangkan usahanya. Dari sanalah aku dikasihani dan meraih cita-cita jadi pelayan keamanan bukan dituduh memuluskan kenyamanan masyarakat tertentu.

Porsi
Jika ada satu porsi sayur yang dibuat ibu lain dari biasanya, maka ia akan bilang kepadaku, “Coba dulu nak. Jangan langsung bilang tidak suka,” Selalu begitu.
Tidak hanya masakan. Dalam hal lain, kalimat ibu selalu mengarahkanku, kurang lebih begini motivasiku, “Jangan putuskan dulu dari bentuk luarnya sebelum memeriksa hawa dalamnya.”
Ah, ibu memang peta pengetahuan.

Menjamu Tamu
Ibu tak akan membiarkan teman-temanku yang datang berkunjung ke rumah pulang sebelum makan nasi.
Kata ibu, taka da gunanya pandai memasak jika hanya orang rumah yang mencobanya. Orang lain penentu kelezatan untuk membenahi racikan masakan selanjutnya.
Ibu selalu senang jika ruang tamu ramai. Ibu tak ingin rumah sepi dan jika itu terjadi, ibu akan membuat acara makan-makan.
Kata ibu lagi, suatu malam sebelum dirinya berpesan kepadaku mencari isteri yang pandai  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  masak. Ia melihat perempuan berpakaian putih datang menjemputnya membawa sendok dan garpu.
Ibu telah menjadi ibu rumah tangga sejati.

Cerita Seru
1.  Â  Ibu bertanggung jawab dengan kebutuhan gizi dan  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  makanan keluarga. 2.  Â  Di luar rumah, ayah biasa memesan makanan yang  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  kurang lebih sama enaknya  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  yang dimasak oleh ibu. 3.  Â  Masakan berlemak biasa disajikan ibu dan selalu ada  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  buah-buahan di meja makan. 4.  Â  Lidah ayah, lidah yang pas dengan masakan rumah. 5.  Â  Sehari-hari lantai dapur selalu kotor oleh sisa irisan  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  sayur. 6.  Â  Ayahku, Bugis yang tak malu mengupas wortel dan  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  bawang putih. 7.  Â  Kepandaian ibu bisa diukur saat melihat hasil kreasi  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  masakannya. 8.  Â  Di halaman belakang rumah banyak ditumbuhi lada,  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  ayah sangat menikmati makanan  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  jika pedas. 9.  Â  Sayur bayam bening sering dibuat ibu. 10. Ayah akan berupaya minum secukupnya sebelum  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  makan dan minum sebanyak-banyaknya setelah  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  melahap masakan lezat ibu. 11.   Ibu tak bosan-bosan memasak masakan sehari-hari  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  yang populer disukai orang.  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  Dari wortel, kol, dan lainnya yang memberi vitamin  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  yang bagus pada tubuh. 12. Teman-teman bisa melanjutkan cerita seru tentang  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  pengalaman mencicipi masakan rumah dari bagian  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  mana saja.

Ayahku Bukan Suami Pengecut
1. Ayahku senang memberikan langsung pakan bagi sapi-sapi yang diwariskan keluarga. Karena itu juga, warung coto tak pernah kekurangan daging sejak mulanya didirikan.
Ayahku bertanggung jawab sepenuhnya atas kebutuhan hidup keluarga. Ia tak pernah lepas tangan mengarungi pilihan- pilihan hidup, dari yang dirasakan sederhana hingga membuat leher seperti dililit tali.
Ayahku menyayangkan ibuku memilih meninggalkan usaha yang mereka bangun. Ibuku punya keputusan yang ayahku berat menghormatinya, kesedihan tak bisa dibendung
Ibuku akhirnya rapuh ditekan oleh orang tua ayahku. Dan itu berlangsung tiga tahun, dan sebagai anak perempuan satu-satunya, kehadiran anak laki-laki sangat diharapkan orang tua ayahku. Kiranya, bisa menjadi pelanjut keluarga untuk memelihara sapi-sapi.
Orang tua ayahku masih memercayai, perempuan jadi pilihan kedua untuk menjadi pemimpin dan melindungi usaha. Orang tua ayahku tak pernah mau menerima masukan, lebih-lebih kritikan. Suasana rumah berkabung seperti dikepung kabut.
Ibuku melaju pergi.
2. Selalu kulihat tatapan ayahku kosong. Hidupnya hampa dan mungkin jauh terempas. Sebab, masalah apa yang tak butuh direnungi? Ayahku tak kuasa merenangi dalam-dalam.
Kata dokter, ayahku mesti banyak baring.
3. Ayahku seorang pendiam dan baru tahu dari sebuah penelitian bahwa dalam sehari laki-laki hanya bicara sebanyak 7.000 kata. Menurutku, tak sampai sebanyak itu ayahku menggunakananya. Ia lebih banyak mendengar dan membahasakan apa-apa dengan tatapannya. Terlebih ketika ibuku membuat danau kesedihan meluap di dada ayahku.
Ibuku selalu memberi kesempatan kepadaku untuk banyak bermain. Ibuku percaya, aku bisa menjaga diri. Dan kepercayaan tak tumbang karena tak ingin menguasai
4. Ibuku tak pernah putus memberi kabar. Ia baik-baik saja dan memberi syarat akan menyempatkan waktu menjenguk ayahku jika kakek dan nenekku tak ada di rumah. Tapi, itu mustahil. Ayahku tak bisa ditinggal sendiri, karena gangguan kesehatan.
Maka kukerahkan ide brilianku untuk meloloskan ibu menemui ayahku. Iya, tengah malam itu, langkah ibuku membuat air muka ayahku perlahan bersinar. Ibuku tak bisa berlama-lama. Ia mencium bibir ayahku yang kelihatan bahagia, tak mampu mengucapkan sepatah kata.
5. Kakek dan nenekku membuka restu kepada ayahku agar mencari pengganti. Tapi, orang tuaku belum resmi cerai.

Berengsek
Kita sama-sama berengsek Tak punya niat untuk mendesak perasaan kita yang sejak dulu selalu malu-malu mengakuinya. Padahal, cinta kita memiliki ketenangan â€"kita membuatnya kamuflase. Mungkin karena kita hidup pada era di mana cinta sudah memiliki etalase.
Kian tabahkah kita atau jiwa kita lumpuh pada perbedaan tabiat?
Dalamnya kita menyembunyikan cinta, permukaan tenang yang sulit kita terawang pada diri sendiri. Diri kita, mungkin sudah tak kita kenali atau jangan-jangan â€"memang kita tak punya janji saling mengikat. Lalu, ingkar pada kebersamaan yang membuat kita benar-benar berengsek.
Kian tabahkah kita atau jiwa kita lumpuh pada perbedaan tabiat?
Masa depan kita semakin jauh, sebab masa lalu semakin dekat membuat perbedaan kita â€"semakin asing menyambangi pantai dan jadi asin dicecap pada kuah coto. Kita semakin berengsek mengenali cinta. Berengsek yang tahu diri, tapi tak ingin berjuang.

Sarang Kenangan
Yang menarik dari tarikan senyumanmu, karena di sanalah letak sarang kenangan â€"yang tak sia-sia kulihat di saat menimbang rasa kuah coto di ujung telunjukku. Sebelum engkau memunggungiku, yang tak bisa kutangkis, dadaku bergetar melihatmu menangis. Pernah membuat air matamu jatuh karena menumis cabai.
Aku tak ingin mengemis karena telunjukmu telah kekar membuat pandanganku rabun dan menganggap sepi di hidupku saat ini adalah sesuatu yang berbahaya.
Lahan luas di belakang rumah, rumah bagi sapi-sapi yang jumlahnya mungkin berkurang atau bertambah. Rasa peduli itu perlahan hilang selera, beriringan dengan upaya pelanggan yang satu per satu memilih makan siang di warung CoDa (Coto Dieng) di Jalan Andi Tonro, warung tetangga yang launching seminggu lalu.
Selalu kuputuskan menunda mencari langkahmu yang tak kutahu arahnya ke utara atau ke barat, rencana yang tak ingin menjadi sarang kenangan.

Sejarah
1. Info Mungkin ini bukan info penting, tetapi aku percayaâ€"separuh dalam hidup sudah jadi sampul buku yang mesti dibuat menarik sebelum dipajang di toko buku kapitalis. Info ini tak ada kaitannya sama sekali dengan kegalauanku ditinggal pacar, meski sudah kuanggap aku mengukir sejarah dengan tidak lebih dulu memberi sakit.
Hanya memberitahu, ada temanku yang percaya sejarah. Disapa Aco dan bernama lengkap Muhammad Ali. Yang ketika namanya pertama kali kudengar biasa-biasa saja karena itu hal umum. Tetapi, di pikiranku tertinggal sesuatu untuk kucari latar belakangnya. Sebab, Muhammad Ali juga nama lengkap kakekku yang sudah kutahu sejarah lahirnya nama itu.
Aco bekerja sebagai barber. Kakekku bekerja sebagai penggembala sapi. Mereka memperkaya pengalaman hidupku dan mendirikan tugu sejarah di pikiranku.
2. Tradisi Lisan Aku mengenal Aco sekitar tahun 2012 dan pernah bertemu dengan kakekku tahun 2014 saat Aco kuajak liburan di kampung. Aco dan kakekku suka tradisi lisan. Aco suka mendengar orang menyuarakan mantra. Kakekku penutur barazanji.
Pada suatu waktu  oleh seorang pendiri band berketurunan Tiongkok. Aku didaulat membaca penggalan cerita kitab La Galigo di sebuah pementasan yang ia garap. Saat itu, Aco memainkan bass mengiringi suaraku. Esoknya, kuungkapkan kisah pementasanku kepada kakekku melalui telepon.
Sebelum percakapanku berakhir, kakekku berpesan Untuk menyampaikan mantra kepada Aco, Kiranya bisa membuat warungnya digilai para penikmat  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  coto.
3. Refleksi Dua tahun kemudian aku baru tahu, Aco ini seorang yang memang hebat. Lincah tangannya berhasil memangkas rambutku sesuai selera. Model jomblo masa kini yang suka makan daging sapi.
“Memangkas rambut, memangkas separuh ingatan yang pedih,” kataku seolah-olah filosofis kepada Aco yang penasaran dengan kisah cintaku, berakhir akibat chat mesra pacarku via facebook dengan lelaki lain.
“Pedih adalah usaha mencari uang!” Definisi yang Aco ungkapkan membuatku terkejut. Tetapi, tak kuperlihatkan respons itu. Belakangan kutahu, Aco anak orang kaya. Ia mendirikan dua warung coto yang setidaknya bisa memperkerjakan orang pinggiran kota.
Aco seorang pekerja keras dan pribadi sederhana. Cita-cita Aco kuanggap sangat mulia. Ia memulai sesuatu dari satu untuk bisa main bass dan tidak ingin santai di rumah. Ia putuskan untuk tetap setia menjadi barber untuk bisa melupakan jomblonya. Alasan yang kurang masuk akal, tetapi kuyakini, karena itu fakta yang kulihat sendiri.
Aco serius membisikkan cita-citanya kepadaku. Ternyata, aku punya cita-cita yang serupa dengannya dan direstui kakekku. Cita-cita yang memiliki sejarah dianggap keliru oleh orang saleh
: hus, orang peragu, bisikan kakekku datang dari jauh.

Kolesterol
Makanan berlemak yang selalu masuk ke dalam tubuh, tak menyurutkan kita berkunjung ke warung andalan. Meski, ukuran baju kita sudah berganti, kita bahagia karena persamaan kita semakin hari semakin sehati. 80% kolesterol dihasilkan oleh hati, bukan hanya coto yang kita konsumsi menempel pada pembuluh darah dan terbukti meningkatkan berat badan kita. Sejak itu, kita tak pernah luput membeli buah-buahan dan menyempatkan lari keliling lapangan dua kali seminggu untuk membakar banyak kalori dalam darah. Peluh yang menempel pasca olahraga itu, membuat kita belajar, salah satu kriteria orang romantis bisa kita buktikan dengan menggerakkan tangan untuk menyeka.

Melindungi Sapi
1. Aku mengenal kesetiaan dari sapi yang kugembala
Kesetiaan sungguh susah diraih. Ia terselip di balik keramaian yang pasif jatuh cinta.
Sapi yang kupelihara adalah warisan yang paling disayang keluarga
2. Aku mengenal kesetiaan dari sapi yang kugembala.
Tak ada kesetiaan yang pudar jika ditemukan dalam keadaan yang pernah merasakan getar dan getir.
Sapi menolongku bertahan bernapas sekalipun aku jatuh bangun diterpa prahara

Tentang Alfian Dippahatang Alfian Dippahatang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 3 Desember 1994. Tidak selesai di Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar dan melanjutkannya di Sastra Indonesia Univeristas Hasanuddin. Belajar sastra di Komunitas Lego-Lego dan Katakerja. Puisinya banyak tersebar di pelbagai media massa dan antologi bersama. Kumpulan puisinya: Semangkuk Lidah (2016) dan Dapur Ajaib (2017).

Catatan lain Alfian menulis 3 paragraf pengantar di halaman 5 dan 6. Judulnya “Hanya dengan Menulis Puisi”. Satu paragraf dari tulisannya muncul di halaman belakang. “Menulis puisi menuntut saya mesti mengendalikan diri saat jatuh cinta dan patah hati,” tulisnya. “Puisi-puisi saya berkaitan erat dengan seluk-beluk keluarga,” tulisnya lagi.  Â Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚ Ã‚  Dan halaman persembahan buku ini berbunyi: “Buat Ayah dan Ibu/:Amiruddin Angga dan Sitti Nurhaedah/yang selalu jadi pahlawan dalam hidupku.” Oya, di halaman belakang, 103 dan 104, ada promosi buku terbitan Diva Pres & Anita Arfianti. Bukan berupa tulisan, tapi foto buku, yaitu kumpulan cerpen Yetti A.KA berjudul Seharusnya Kami Sudah Tidur Malam Itu dan kumpulan puisi Gunawan Tri Atmodjo Malam Penghabisan bagi Siluman. Halaman berikutnya ada buku Toni Lesmana Tamasya Cikaracak dan buku Isbedy Stiawan Kota, Kita, Malam.

No comments:

Post a Comment